Hacker Indonesia Dari Sisi Personal Intelegensi Quality


dikutip dari berbagai sumber

Sejak sekitar tahun 1960an, hacker di dunia mulai muncul di tengah perkembangan teknologi komputer saat itu. Kelompok mahasiswa Tech Model Railroad Club di Laboratorium Kecerdasan Artifisial Massachussetts Institute of Technology (MIT) menjadi perintisnya. 


Awalnya, istilah hacker berarti positif, yaitu seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang komputer dan mampu membuat program yang lebih baik. Akan tetapi, pada kisaran tahun 1983, istilah hacker menjadi negatif karena FBI saat itu berhasil menangkap kelompok kriminal komputer The 414s yang telah berhasil membobol 60 unit komputer. 
Dari Wikipedia, didapat data bahwa sejak saat itu hacker bernilai negatif dan dianggap sebagai pembobol sistem keamanan pada jaringan yang ada dalam komputer, dan hingga kini aksi-aksi hacker sudah berkembang dengan pesat.
Di Indonesia sendiri, hacker sudah ada sejak abad 20 saat tanah air menjadi ladang subur perkembangan internet. Beberapa kelompok hacker di Indonesia saat itu cukup banyak, di antaranya hackerlink, anti-hackerlink, kecoa elektronik, dan echo.
Hacker di Indonesia mencapai masa keemasan pada kisaran tahun 2000, yaitu AntiHackerlink. Pihaknya mampu membobol puluhan situs internet kala itu baik dari dalam dan luar negeri. Uniknya, pendiri dari Antihackerlink ini adalah seorang anak yang belum genap berumur 17 tahun bernama Wenas Agustiawan yang biasa dikenal dengan nama hC (hantu Crew).
Namun akhirnya dia tertangkap basah saat melakukan aksi pembobolan pada sebuah situs di Singapura di dalam apartemennya. Dengan penangkapan itu, hC membuat rekor sebagai hacker Indonesia pertama yang diproses secara hukum.
Sebenarnya, hC tidak bisa lolos dari jerat hukum yang ada di Singapura. Akan tetapi karena dia masih di bawah umur, sehingga dia hanya didenda sebesar Rp 150 ribu saja. Apabila pengadilan Singapura menunggu proses pengadilan selama 1 minggu saja, hC bisa dipenjarakan, sebab setelah seminggu hC yang berasal dari Malang, Jawa Timur tersebut sudah genap berumur 17 tahun. Namun pihak pengadilan tidak ingin menunda proses pengadilan terhadap hC.
Dari kasus tersebut, kini hacker di Indonesia telah tumbuh dengan pesat dan sudah berjumlah jutaan di tiap daerah seluruh Indonesia.

Analis mengatakan lemahnya keamanan dan solidaritas yang kuat di antara jaringan hacker bawah tanah merupakan inti permasalahannya.

Di salah satu negara yang paling melek media sosial, kelompok  online 'Anonymous Indonesia'  telah menarik perhatian beberapa hari terakhir ini.
Dalam hitungan jam, kelompok itu merusak situs web dari tujuh departemen pemerintah dan Kepolisian Republik Indonesia.  
Alih-alih masuk ke laman resmi, pengguna situs web disambut oleh tokoh berjubah dengan kata-kata tertulis disampingnya  "No Army Can Stop an Idea.”
Peretasan yang terkoordinasi itu dipandang sebagai pembalasan atas penangkapan Wildan Yani Ashari, 22 tahun, yang sebelumnya meretas website presiden pada bulan Januari.
Seorang dosen media sosial yang memusatkan pada gerakan online bawah tanah, Donny Bu mengatakan solidaritas di antara hacker Indonesia adalah kuat.
"Bahkan jika Anda tidak tahu peretas yang lainnya, jika salah satunya dari komunitas bawah tanah, atau hacker bawah tanah itu ditangkap dan menjadi 'terkenal' di media, maka komunitas bawah tanah lainnya akan menggunakan isu itu untuk menyuarakan pernyataan mereka,” papar Donny Bu.
Kelompok Anonymous Indonesia dan para pendukungnya melakukan protes menentang  penangkapan Wildan melalui  twitter dan jaringan media sosial lainnya.
Mereka mengatakan adalah tidak adil bahwa Wildan diancam hukuman  hingga lima tahun penjara sementara para pejabat yang korupsi selalu bisa seenaknya melenggang  dengan hukuman yang jauh lebih ringan.
Karyawan sebuah kafe internet di Jawa Timur, Wildan  yang berumur 22 tahun itu dikenai tuduhan berdasarkan Undang-Undang Transaksi Elektronik dan Informasi tahun 2008.
Meskipun para pengecam mengatakan hukuman pada apa yang sebenarnya adalah sebuah  lelucon itu  terlalu berat, Menteri Komunikasi Indonesia Tifatul Sembiring mengatakan kepada VOA bahwa Wildan harus dihukum sepantasnya.
"Komunitas online Indonesia  mencoba membandingkan antara hukuman bagi koruptor dan hukuman bagi hacker. Ini adalah masalah serius karena, Anda tahu, jika polisi atau pengadilan tidak menghukum orang ini mungkin hacker lain akan mencoba untuk melakukan sesuatu yang akan mengganggu jaringan internet kita,” kata Tiffatul.
Tiffatul mengatakan ada 36,6 juta kejadian peretasan terhadap website pemerintah pada tahun 2012.
Namun, analis keamanan dunia maya mengatakan bahwa sebagian besar insiden ini merupakan kasus 'online graffiti', atau tulisan-tullisan online, lelucon yang dilakukan   remaja. Hanya sedikit yang terlibat dalam kejahatan yang lebih serius seperti penipuan keuangan online, kata analis dunia maya Budi Rahardjo.
"Hacking di Indonesia adalah umum, seperti di tempat lain di dunia, sebagian besar dilakukan oleh anak-anak muda yang mencoba untuk membangun jati diri mereka. Kebanyakan dari mereka meretas website hanya untuk menunjukkan jati diri mereka, selain itu mereka tidak melakukan hal yang merugikan lainnya,” ungkap Budi.
Budi mengakui bahwa website pemerintah banyak yang tidak aman dan menjadi sasaran empuk bagi hacker yang berketerampilan rendah.
Namun, ia mengatakan, saat ini  kita  tidak perlu menjadi seorang programmer canggih atau hacker terampil untuk melumpuhkan situs web pemerintah.
Menteri Komunikasi Tifatul Sembiring mengatakan ia memiliki tim yang bekerja 24 jam sehari untuk mengamankan firewall situs pemerintah

0 komentar:

Post a Comment